Pada tahun 2004, negara Indonesia mengadakan pemilu yang diikuti oleh
24 partai politik. Perhatikan gambar di atas! Pemilu di Indonesia
dimulai pada tahun 1955 yang diikuti puluhan partai, organisasi masa,
dan perorangan. Masih ingatkah kalian bahwa setiap kali akan
diselenggarakan Pemilihan Umum diadakan kampanye dari masing- masing
partai politik peserta pemilu? Dalam kampanye tersebut dipaparkan
masing- masing program partainya. Hal ini merupakan pendidikan politik
bagi rakyat. Akan tetapi dalam kampanye seringkali ada kejadian-kejadian
yang tidak diinginkan karena adanya pelanggaran dari aturan yang dibuat
bersama. Rakyat sering menjadi korban dari orang- orang yang tidak
bertanggung jawab ketika adanya arak- arakan kampanye. Walaupun
seringkali memakan korban dari kampanye yang merupakan rentetan dari
pemilu, namun Pemilihan Umum tetap diadakan sebab merupakan syarat
sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Indonesia sebagai
negara demokrasi mulai melaksanakan Pemilihan Umum pada tahun 1955.
Pemilu I tahun 1955 yang didambakan rakyat dapat meperbaiki keadaan
ternyata hasilnya tidak memenuhi harapan rakyat. Krisis politik yang
berkepanjangan akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada
tanggal 5 Juli 1959. Sejak itulah kehidupan bangsa Indonesia di bawah
kekuasaan Demokrasi Terpimpin. Peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi
Indonesia pasca Pengakuan Kedaulatan tersebut akan kita pelajari dalam
bab ini.
A Proses Kembali ke Negara Kesatuan RI (NKRI)
Seperti telah kalian pelajari pada bab II bahwa dengan melalui
perjuangan bersenjata dan diplomasi akhirnya bangsa Indonesia memperoleh
pengakuan kedaulatan dari Belanda. Penandatanganan pengakuan kedaulatan
tersebut dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan diakuinya
kedaulatan Indonesia ini maka bentuk negara Indonesia adalah menjadi
negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sedangkan
Undang – Undang Dasar atau Konstitusi yang digunakan adalah Undang-
Undang Dasar RIS. Tentunya kalian masih ingat bahwa salah satu hasil
Konferensi Meja Bundar adalah bahwa Indonesia menjadi Negara Republik
Indonesia Serikat (RIS). Selanjutnya setelah KMB kemudian dilaksanakan
pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada RIS pada tanggal 27 Desember
1949. Berdasarkan UUD RIS bentuk negara kita adalah federal, yang
terdiri dari tujuh negara bagian dan sembilan daerah otonom. Adapun
tujuh negara bagian RIS tersebut adalah :
(1) Sumatera Timur,
(2) Sumatera Selatan,
(3) Pasundan,
(4) Jawa Timur,
(5) Madura,
(6) Negara Indonesia Timur, dan
(7) Republik Indonesia (RI).
Sedangkan kesembilan daerah otonom itu adalah:
(1) Riau, (6) Banjar,
(2) Bangka, (7) Kalimantan Tenggara,
(3) Belitung, (8) Kalimantan Timur, dan
(4) Kalimantan Barat, (9) Jawa Tengah.
(5) Dayak Besar,
Negara-negara bagian di atas serta daerah- daerah otonom merupakan
negara boneka ( tidak dapat bergerak sendiri) adalah ciptaan Belanda.
Negara- negara boneka ini dimaksudkan akan dikendalikan Belanda yang
bertujuan untuk mengalahkan RI yang juga ikut di dalamnya. Bentuk negara
federalis bukanlah bentuk negara yang dicita- citakan oleh bangsa
Indonesia sebab tidak sesuai dengan cita- cita Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu setelah RIS berusia kira- kira enam bulan,
suara- suara yang menghendaki agar kembali ke bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia semakin menguat. Sebab jiwa Proklamasi 17 Agustus
1945 menghendaki adanya persatuan seluruh bangsa Indonesia. Hal inilah
yang menjadi alasan bangsa Indonesia untuk kembali ke bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan golongan mereka yang setuju
dengan bentuk negara Serikat (golongan federalis) semakin terlihat
kejahatannya ketika Sultan Hamid dari Kalimantan Barat yang menjabat
sebagai Menteri Negara bersekongkol dengan Westerling. Raymond
Westerling melakukan aksi pembantaian terhadap ribuan rakyat di Sulawesi
Selatan yang tidak berdosa dengan menggunakan APRAnya.
Petualangan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) di Bandung pada bulan
Januari 1950 menjadikan rakyat semakin tidak puas terhadap kondisi
pemerintahan RIS. Oleh karena itu rakyat Bandung menuntut dibubarkannya
pemerintahan negara Pasundan untuk menggabungkan diri dengan RI. Pada
bulan Februari 1950 pemerintah RIS mengeluarkan undang-undang darurat
yang isinya pemerintah Pasundan menyerahkan kekuasaannya pada Komisaris
Negara (RIS), Sewaka. Gerakan yang dilakukan di Pasundan ini kemudian
diikuti oleh Sumatera Selatan dan negara-negara bagian lain.
Negara-negara bagian lain yang menyusul itu cenderung untuk bergabung
dengan RI. Pada akhir Maret 1950 tinggal empat negara bagian saja dalam
RIS, yakni Kalimantan Barat, Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, dan
RI setelah diperluas. Selanjutnya pada tanggal 21 April 1950 Presiden
Sukawati dari NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan RI
menjadi negara kesatuan. Melihat dukungan untuk kembali ke NKRI semakin
luas, maka diselenggarakanlah pertemuan antara Moh. Hatta dari RIS,
Sukawati dari Negara Indonesia Timur dan Mansur dari Negara Sumatera
Timur. Akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 diadakanlah konferensi antara
wakil-wakil RIS yang juga mewakili NIT dan Sumatera Timur dengan RI di
Jakarta. Dalam konferensi ini dicapai kesepakatan untuk kembali ke
Negara Kesatuan RI. Kesepakatan ini sering disebut dengan Piagam
Persetujuan, yang isinya sebagai berikut:
1). Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan
dari negara RIS yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
2). Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kembali ke NKRI maka proses
kembali ke NKRI tersebut dilakukan dengan cara mengubah Undang-Undang
Dasar RIS menjadi Undang- Undang Dasar Sementara RI. Undang Dasar
Sementara RI ini disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku
tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak saat itulah Negara
Kesatuan RI menggunakan UUD Sementara (1950) dan demokrasi yang
diterapkan adalah Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer.
Jadi berbeda dengan UUD 1945 yang menggunakan Sistem Kabinet
Presidensiil.
B. Pemilihan Umum I Tahun 1955 di Tingkat Pusat dan Daerah
Semenjak Indonesia menggunakan sistem Kabinet Parlementer keadaan
politik tidak stabil. Partai-partai politik tidak bekerja untuk
kepentingan rakyat akan tetapi hanya untuk kepentingan golongannya saja.
Wakil-wakil rakyat yang duduk di Parlemen merupakan wakil-wakil partai
yang saling bertentangan. Keadaan yang demikian rakyat menginginkan
segera dilaksanakan pemilihan umum. Dengan pemilihan umum diharapkan
dapat terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehingga dapat
memperjuangkan aspirasi rakyat sehingga terbentuk pemerintahan yang
stabil. Pemilihan Umum merupakan program pemerintah dari setiap kabinet,
misalnya kabinet Alisastroamijoyo I bahkan telah menetapkan tanggal
pelaksanaan pemilu. Akan tetapi Kabinet Ali I tersebut sudah jatuh
sebelum melaksanakan Pemilihan Umum. Akhirnya pesta demokrasi rakyat
tersebut baru dapat dilaksanakan pada masa pemerintahan Kabinet
Burhanuddin Harahap. Pelaksanaan Pemilihan Umum sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan Panitia Pemilihan Umum Pusat dilaksanakan dalam
dua gelombang, yakni :
1. gelombang I, tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota- anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
2. gelombang II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota- anggota Konstituante (Badan Pembuat Undang- Undang Dasar).
Suatu pesta demokrasi nasional pertama kali yang diadakan sejak
Indonesia merdeka itu dilakukan oleh lebih dari 39 juta rakyat
Indonesia. Mereka mendatangi tempat-tempat pemungutan suara guna
menyalurkan haknya sebagai pemilih. Dalam pelaksanakannya, Indonesia
dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2.139
kecamatan, dan 43.429 desa. Dalam Pemilihan Umum tersebut diikuti oleh
banyak partai politik, organisasi, dan perorangan pun juga ikut,
sehingga DPR terbagi dalam banyak fraksi di antaranya keluar sebagai
empat besar adalah : (1) Fraksi Masyumi (60 anggota); (2) Fraksi PNI (58
anggota); (3) Fraksi NU (47 anggota); (4) Fraksi PKI (32 anggota).
Seluruh anggota DPR hasil Pemilu I tersebut berjumlah 272 anggota, yaitu
dengan perhitungan bahwa seorang anggota DPR mewakili 300.000 orang
penduduk. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang. Pada
tanggal 25 Maret 1956 DPR hasil pemilihan umum dilatik. Sedangkan
anggota konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956. Pemilihan
Umum I tahun 1955 berjalan secara demokratis, aman, dan tertib sehingga
merupakan suatu prestasi yang luar biasa di mana rakyat telah dapat
menyalurkan haknya tanpa adanya paksaan dan ancaman. Walaupun Pemilu
berjalan sukses akan tetapi hasil dari Pemilu tersebut belum dapat
memenuhi harapan rakyat karena masing- masing partai masih mengutamakan
kepentingan partainya daripada untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu
pada waktu itu masih mengalami krisis politik dan berakibat lahirnya
Demokrasi Terpimpin.
C. Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959 dan Pengaruh yang Ditimbulkannya
Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga
memilih anggota badan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun
Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita
diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer.
Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi. Situasi politik
dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan
karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi
Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera Tengah,
Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada
tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan
“Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut.
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya
terdiri atas orang-orang dari empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan
PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan
fungsional dalam masyarakat. Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada
kabinet baik diminta maupun tidak.
sumber : http://bestiklidah.wordpress.com/pengetahuan-umum/peristiwa-politik-dan-ekonomi-pasca-pengakuan-kedaulatan-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar